1.Kulcapi
Alat musik Kulcapi yang dimaksud dalam alat
musik solo ini sama dengan Kulcapi yang telah diuraikan dalam
gendang telu sedalanen, namun perannya dalam kebudayaan musik Karo lebih dari
satu yakni dapat dimainkan dalam ensambel, dan dapat juga dimainkan secara solo
(tunggal). Perbedaannya adalah konteks penyajian. Kulcapi sebagai alat musik
solo biasa digunakan sebagai hiburan pribadi, maupun dihadapan sekelompok kecil
pendengar yang tidak memiliki konteks tertentu.
Sebagai
alat musik pribadi, Kulcapi memiliki komposisi-komposisi tersendiri yang berisi
tentang ceritera-cerita rakyat, seperti cerita penganjak kuda sitajur, cerita
perkatimbung beru tarigan, tangis-tangis seberaya, tangis-tangis guru, dan
beberapa cerita lainnya.
Masing-masing
ceritera tersebut dimainkan melalui melodi Kulcapi. Jika didengarkan oleh
sekelompok orang sebagai hiburan, kadangkadang timbul pertanyaan dari pendengar
tentang arti melodi yang sedang dibawakan oleh perKulcapi karena mereka
tidak mengerti. PerKulcapi biasanya akan menjelaskan cerita dari
melodi yang sedang ia mainkan sambil mengulangi melodi tersebut, sehingga pendengar
akan semakin mengerti dengan melodi-melodi yang dimainkan perKulcapi.
2 Balobat
Balobat (block flute) sebagai instrumen solo juga
merupakan alat musik yang sama dengan balobat yang terdapat dalam
gendang balobat. Perbedaannya adalah konteks penyajian. Balobat
sebagai instrumen solo digunakan sebagai hiburan pribadi ketika sedang
mengembalakan ternak di padang rumput, ketika sedang menjaga padi di sawah atau
di ladang.
3 Surdam
3 Surdam
Surdam
juga alat musik tiup yang terbuat dari bambu. Alat musik surdam ditiup
dari belakang dengan ruas bambu yang terbuka (endblown flute). Secara
konstruksi dan tehnik memainkan, surdam memiliki kemiripan dengan saluang pada
musik tradisional Minangkabau atau shakuhachi pada musik tradisional
Jepang.
Tidak seperti
balobat yang secara sederhana dapat langsung berbunyi ketika ditiup,
surdam memiliki teknik khusus untuk meniupnya agar dapat berbunyi (lihat
Lampiran Gambar L.3). Tanpa menguasai teknik tersebut, surdam tidak akan
berbunyi ketika ditiup. Alat musik surdam biasanya dimainkan pada malam
hari ketika suasana sepi.
4 Embal-embal dan empi-empi
Kedua
alat musik ini sebenarnya merupakan alat musik yang hanya biasa ditemukan pada
sawah atau ladang ketika padi sedang menguning. Keduanya dimainkan atau
digunakan sebagai alat musik hiburan pribadi di sawah atau di ladang ketika
menjaga padi dari gangguan burung. Embal-embal (aerophone, single reed)
terbuat dari satu ruas bambu yang dibuat lobang-lobang penghasil nada. Sebagai
alat musik tiup, lidah (reed) embal-embal dibuat dari badan alat musik
alat musik itu sendiri.
Empi-empi
(aerophone, multiple reeds) terbuat dari batang padi yang telah mulai
menguning. Lidah (reed) dari empi-empi dibuat dari batang padi itu
sendiri, dengan cara memecahkan sebagian kecil dari salah satu ujung batang
padi yang memiliki ruas. Akibat terpecahnya ruas batang padi menjadi beberapa
bagian (tidak terpisah) maka ketika ditiup bagian yang terpecah tersebut akan
menimbulkan bunyi.
Sebagian
yang tidak terpecah kemudian dibuat lobang-lobang untuk menghasilkan nada yang
berbeda. Biasanya empi-empi mempunyai empat buah lobang nada. Untuk saat
sekarang, embal-embal dan empi-empi sudah semakin jarang
ditemukan/dimainkan oleh masyarakat Karo, khususnya orang Karo yang berada
di daerah pedesaan.
.5 Murbab, dan Genggong.
Alat
musik murbab atau murdab merupakan alat musik gesek
menyerupai rebab pada alat musik tradisional Jawa atau biola pada
musik klasik barat. Murbab terdiri dari dua senar, sedangakan
resonatornya terbuat dari tempurung kelapa. Alat musik murbab dahulu
dipergunakan sebagai alat musik solo dan dimainkan dihadapan beberapa orang
sebagai hiburan. Alat musik ini kemungkinan besar telah hilang dari kebudayaan
musik Karo.
Genggong
adalah alat musik yang terbuat dari besi, dan dibunyikan dengan menggunakan
mulut sebagai resonator. Selain sebagai resonator, mulut juga berfungsi untuk
mengubah tinggi rendahnya nada yang diinginkan. Pada waktu dulu,
genggong dipergunakan oleh anak perana (perjaka) untuk memanggil
singudanguda (gadis) pujaan hatinya pada malam hari agar keluar dari rumah,
sehingga mereka bisa memadu kasih asmara. Biasanya, seorang anak perana
memainkan genggong dengan lagu tertentu yang telah dimengerti oleh kekasihnya,
sehingga dia akan keluar dari rumah. Genggong juga diperkirakan telah
hilang dari kebudayaan musik Karo saat ini.
0 komentar